Senyuman kehidupan

Jumat, Juli 25, 2008

ibu

Ibu Rumah Tangga
Umi Han (Evin Y)

Terkadang melelahkan menghadapi rutinitas tidurnya semalam, betapa semua hasrat itu sirna.betapa bahagia jika ketika mereka bangun aku selalu ada disisinya, menuntunnya berdoa sbg syukur atas karunia Allah yang masih mengizinkan kami kembali menikmati indahnya mentari dan segarnya embun pagi.senam kecil sekedar melenturkan otot otot dan sendi-sendi kami.bahkan bersama-sama menyiapkan sarapan pagi.kebersamaan yang mungkin tidak akan terjadi jika aku bekerja(yang membutuhkan waktu sif pagi, siang, malam).Kadang kala ego dan jaim menggoda ketika melihat mereka yang tiap hari melintasi depan rumah kami dengan seragamnya, seolah berwibawa...istigfar,ya istigfar...keputusan untuk jadi ibu rumah tangga adalah jalan yang aku pilih, bukankah hidup itu pilihan.Dan aku percaya menjadi ibu rumah tangga bukanlah hal yang memalukan, melainkan tugas yang mulia yang dijanjikan pahala dan surga bagi yang ikhlas menjalaninya.insyaalah Allah akan senantiasa membimbing imanku untuk selalu sabar dan tabah berjuang untuk keluarga (abi dan anak2ku) dengan segenap jiwa ragaku, dan untuk umat dengan ilmu yang kupunya.

Rabu, Juli 16, 2008

Perjalanan Ke Sekolah


Perjalanan Ke Sekolah
By Umihan (Evin Yuniastutik)

Persiapan sudah dimulai sejak menjelang asyar, dari mandi, mandikan hani dan hanum, dan persiapan lain-lain seperti baju, buku-buku dll. Tidak lupa payung agar tidak panas. Setelah shalat asyar kami mulai berangkat Hanum saya gendong dan Hany berjalan di samping saya. Hanum si bayi mungil ini memang belum genap dua bulan, saya ajak karena di rumah tidak ada yang menungguhi. Abi masih di kampus, dan tantenya juga ngajar kalau pagi, sore kuliah dan seabrek private, nyaris tidak ada istirahat dari rutinitas kecuali malam, karena capek langsung terlelap. Tugas-tugas kuliah dan persiapan mengajar biasanya dikerjakan sebelum subuh. Sedang di rumah kami belum punya pembantu.

Sekolah ini adalah kepentingan Hany, kalau kemampuan intelegensi dan sikap serta ketrampilan tertentu bisa dipelajari di rumah sesuai kadar kemampuannya yang dikemas dengan permaianan, karena di sinilah terjadinya proses belajar. Dari keingintahuannya hany sekarang sudah bisa membaca huruf-huruf hijaiyah, alfabetik dan angka, serta mampu menuliskannya, meskipun masih verbal bisa membaca huruf dan menulis huruf tapi belum bisa membaca. Usia hany baru 3 tahun berjalan, bagi kami cuma menyediakan alat yang sesuai dengan kronologis usianya, meskipun keingintahuan membaca sangat tinggi, mungkin ini dipengaruhi melihat abinya yang suka membaca. Akhirnya untuk merangsangnya lebih jauh saya coba metode cantol, menghubungkan nama huruf dengan sesuatu yang dikenal Hani, misalnya huruf ”k” dengan kambing, ”p” dengan payung dsb. Semua ini Hany pelajari di rumah. Tetapi yang tidak ada rumah adalah sosialisasi dengan temen-teman sebaya. Hany dalam hal ini kurang, atau barangkali watak dasarnya pendiam, namun kadang eksplorasi fantasinya sering mengejutkan dengan diafragma imajinasi gambar dan benda-benda permainannya. Saya tidak memaksakan sesuatu pada Hany sehingga ia mamapu menemukan dirinya sendiri. Tetapi masalah nilai-nilai religius dan akhlak harus saya doktrin, biar tumbuh kebiasaan yang baik di keseharian hidupnya sejak kecil hingga dewasanya nanti.

Sebuah perjalanan menuju sekolah yang ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 25 menit dari rumah melewati lembah dan bukit di jalan setapak di kampung sebelah. Ini pun bisa bertambah menjadi 30-45 menit bila si anak banyak bertanya tentang segala sesuatu yang dilihatnya dalam perjalanan sehingga tentunya memakan waktu, bagiku setiap pertanyaan anak dan setiap jawaban saya adalah proses dialektika transformasi ilmu pengetahuan. Maka untuk ancang-ancang persiapan berangkat waktunya harus diperkirakan sebelumnya. Jalan ini merupakan alternatif terdekat dengan potong kompas. Ada jalan beraspal tapi harus memutar dan tentunya waktu tempuhnya juga semakin lama. Kecuali kalau pulang jalannya lebih cepat karena abinya hany menjemput sepulang kerja dengan sepeda motor.

”Sekolah” ini diadakan sore hari, mulai pukul 16.00 – 17.15 wib dan dikelolah oleh ibu-ibu PKK. Sekolah ini merupakan jenis kelompok bermain sebelum anak-anak memasuki taman kanak-kanak. Sekolah ini bernama ”Kasih Bunda”. Saya pilih sekolah ini, di samping karena waktunya sore, lokasinya tidak jauh dari rumah (kalau sekolah lainnya di kota), dan biaya terjangkau. Untuk pendaftaran dan satu stel seragam olahraga Rp. 20.000,- dan SPP per bulan Rp 5000,-. Jangan dibayangkan fasilitasnya, yang penting dalam masa ini adalah sosialisasi dengan teman sebaya. Sekolah lain juga banyak dengan fasilitas lebih lux tapi itu, biayanya.... masuknya aja jutaan. Ya udalah yang penting sekolah, punya teman sebaya, punya tambahan cerita, punya pengalaman baru, dan yang penting menambah motivasi belajar dan memupuk jiwa sosial. Wassalam.

Perjumpaan Musim Semi


Perjumpaan Musim Semi
Imam Mawardi Rz


Mengurai tawamu menjelang senyap tak terlukis kata
Padahal setiap mimpi hanyalah kisah tak usai
Pergilah menemukan kata-kata yang berujung senyuman
dingin diam terpaku
kalaulah harus mengerti perjumpaan musim semi
puisi tetap menggelantung di labia fikiran
menerobos angan seperti bayang-bayang kelopak kembang
yang ranum sebelum pagi

Aku kesini kerumah ilalang
Untuk sekedar istirah melepas asa di balai-balai yang kau cipta berabad lalu
Bersama kapak ibrahim... kau rajut benang harapan di setiap doa
Atau tongkat musa yang kau pinjam membantu melecutkan semangat
Dari cerita yang terbuai
Kataku menepis gelora sunyi yang berujung penantian musim
Yang tiba-tiba mengalir begitu saja
Menerobos cahaya tanpa permisi

Kembalilah menemuiku, untuk bercerita cinta seperti luqman kepada anaknya
Membingkai pendidikan yang selalu baru
Dan menemukan kata-kataku menyisakan senyum
Perjumpaan musim semi
Di rumah nuraniku

Magelang, 28 Juni 2008

Sayap-Sayap Umur


Sayap-Sayap Umur
Mawardy el-Razal

Terbuai oleh penciptaan akalku, sebelum pentasbihan ruh. Aku menjelma daun-daun bertasbih mencumbuhi embun-embun yang menempel lembut. Aku hanyut di bawah arus sisakan harapan yang lelah.
Meski begini harus kurentangkan sayap-sayap umur yang membawaku kembara
Menemukan hari, bulan dan tahun sampai berabad menemukan ujung usia
Yang terlelalap mimpi

Masih ada waktu untuk memahami setiap kabut yang datang selagi ruh masih sempat bertanya tentang arti kehidupan pada cermin yang kau pasang di jendela rumah
Aku datang bertakbir untuk kembalikan asaku di setiap cahaya


Magelang, 1 Juli 2008

Senin, Juli 07, 2008

Pergolakan Sosio-Politik di Magelang (sebuah Catatan Sejarah)



Pergolakan Sosio-Politik di Magelang (sebuah Catatan Sejarah)
Imam Mawardi Rz

Menurut M. Bambang Pranowo dalam 70 th Kaprawi Ridwan Jabatan untuk Umat (2002) bahwa tidak ada catatan yang jelas yang menunjukkan waktu tepat tentang masuknya Islam ke Magelang. Akan tetapi dari buku Raffles The History of Java kita dapat mencatat bahwa Pangeran Trenggana, Sultan ketiga Kerajaan Islam Demak yang meninggal pada tahun 1461, sebelum meninggal telah membagi kerajaan menjadi tiga bagian. Mas Timur, putra dari Adipati Pajang Pengging, diangkat menjadi adipati untuk daerah Kedu yang meliputi daerah Magelang saat ini dan Begelen (Raffles, 1966 b: 138). Dengan demikian kita dapat memperkirakan bahwa pada paruh kedua abad ke 15 Islam sudah tersebar di daerah Magelang. Dugaan ini didukung oleh fakta bahwa makam dari Sunan Geseng, salah satu murid dari Sunan Kalijaga, terletak di daerah ini. Yaitu disebuah pemakaman yang terletak antara Grabag dan Salatiga, kurang lebih 25 KM di sebelah barat daya kota Magelang (Santoso, 1970: 139-141; kumar, 1985: 21). Seperti dimaklumi Sunan Kalijaga salah satu wali yang paling terkenal diantara Wali Sanga (sembilan wali) yang menyebarkan Islam di Jawa pada paruh pertama abad ke-15.

Pada masa Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro (1825-1830), kota Magelang merupakan basis militer utama dari pihak Belanda, sementara daerah pegunungan di sebelah selatan dan barat Magelang adalah basis gerilya dari pasukan Pangeran Diponegoro. Perundingan antara Pemerintah Kolonial Belanda yang diwakili oleh Jendral de Kock dengan Pangeran Diponegoro diselenggarakan di kota ini. Namun sebagaimana sejarah mencatat sang pangeran bukannya diajak berunding melainkan begitu tiba Pangeran Diponegoro bersama pengawalnya ditahan dan kemudian dibuang ke Sulawesi (De Klerek, 1938:175). Sesudah sang pangeran ditangkap beberapa kyai pengikutnya antara lain kyai Badarudin, Kiai Kasan Besari dan Kiai Moderan; juga sisa-sisa pasukan yang dipimpin Basah Mentonegoro tetap melanjutkan perlawanan dengan melakukan Kraman (pemberontakan Sporadis) dengan menggunakan basis pegunungan disebelah barat dan selatan Magelang (Zuhri, 1987:276- 277). Hal ini menjelaskan mengapa sebelah selatan dan barat Magelang merupakan daerah santri yang kuat hingga saat ini; sementara daerah sebelah timur dimana jumlah kiai relatif sedikit hingga tiga dasawarsa lalu pengaruh budaya santri relatif masih lemah.

Secara geografis kantong utama santri meliputi desa-desa yang terletak di sebelah barat jalan raya menghubungkan Yogyakarta dengan Semarang lewat kota Magelang. Sedangkan desa-desa disebelah timur jalan raya, khususnya yang terletak dilereng gunung Merapi dan Merbabu, pada umumnya merupakan desa-desa Abangan.

Beberapa tahun setelah kemerdekaan, pada tahun 50-an di beberapa daerah meletus berbagai pemberontakan melawan pemerintah pusat. Salah satu diantaranya adalah Merapi Merbabu Compleks (MMC) yang bercorak komunis. Basis pemberontakan MMC adalah desa-desa di lereng Gunung Merapi dan Merbabu. Pada periode yang sama daerah sebelah barat Magelang merupakan basis partai Masyumi. Pada tahun 1952 Nadhlatul Ulama (NU), salah satu komponen utama Masyumi, memisahkan diri dari Masyumi dan menjadi partai politik tersendiri. Sebagian besar pendukung Masyumi di daerah Magelang beralih ke NU. Pendukung Masyumi cenderung diasosiasikan dengan Darul Islam (DI), pemberontakan yang berpusat di Jawa Barat. Jalan raya yang menghubungkan Yogyakarta dengan Semarang menjadi semacam garis demarkasi antara daerah pengaruh MMC di sebelah timur dan daerah pengaruh DI di sebelah barat. Kondisi tersebut memunculkan sebutan wong wetan ndalan (orang di sebelah timur jalan) dan wong kulon ndalan (orang di sebelah barat jalan). Wong wetan ndalan diasosiasikan dengan pendukung MMC, sebaliknya wong kulon ndalan diasosiasikan dengan DI.

Hingga meletusnya pemberontakan G 30 S PKI di tahun 1965 sebutan tersebut masih sering diterapkan. Wong wetan ndalan, diasosiasikan sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) atau Partai Nasional Indonesia (PNI). Sedangkan wong kulon ndalan diasosiasikan sebagai pendukung NU. Lantaran bendera PKI dan PNI berwarna merah, sedangkan bendera Masyumi maupun NU berwarna hijau, maka daerah di sebelah timur jalan raya dikenal sebagai daerah merah, sementara daerah di sebelah barat jalan raya di kenal sebagai daerah ijo (hijau).

Perlu diketahui pula bahwa kota kecil Muntilan yang sejak awal abad ke-20 telah menjadi pusat penyebaran agama Katolik di Jawa. Jauh sebelum pemerintah membangun Sekolah Dasar Negeri yang pada awal tahun 50-an disebut Sekolah Rakyat, pihak Missi Katolik telah lebih dahulu membangun Sekolah Rakyat Kanisius di beberapa desa di sekitar Muntilan. Salah satu diantara yang tertua terletak di dusun Tumpang Muntilan Magelang.

Legenda Gunung Tidar Magelang


Legenda Gunung Tidar Magelang
Imam Mawardi Rz

Keberadaan daerah Magelang terbungkus oleh berbagai legenda. Salah satu dongeng yang hidup dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana dikisahkan M. Bambang Pranowo (2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala, ketika Pulau Jawa baru saja diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dalam bentuk tanah yang terapung-apung di lautan luas; tanah tersebut senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa kemudian diutus turun dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti bergerak. Kepala dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut akhirnya menjadi sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung Tidar. Gunung yang terletak di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat dibagian tengah Pulau Jawa tersebut memang berbentuk kepala paku; karena itu gunung Tidar dikenal luas sebagai “pakuning tanah jawa”.

Dongeng lain yang tentunya diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan bahwa pada zaman dahulu daerah ini merupakan kerajaan jin yang diperintah oleh dua raksasa. Syekh Subakir, seorang penyebar agama Islam, datang ke daerah ini untuk berdakwah. Tidak rela atas kedatangan Syekh tersebut terjadilah perkelahian antara raja Jin melawan sang Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh Syekh Subakir. Raja Jin dan istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan bergabung dengan Nyai Rara Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja Jin bersumpah akan kembali ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela menjadi pengikut Syekh Subakir.

Legenda ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak sekedar di Magelang, tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan sampai di Lampung dan mancanegara (Suriname). Hal ini karena telah disebutkan dalam jangka Joyoboyo dan mengalir secara tutur tinular menjadi kepercayaan masyarakat. Apalagi pemerintah kota Magelang menjadikan Tidar sebagai simbol atau maskot daerah dengan menempatkan gunung Tidar yang dilambangkan dengan gambar paku di dalam logo pemerintahan. Di samping itu nama-nama tempat begitu banyak menggunakan nama Tidar, seperti nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama perguruan tinggi, nama terminal dll. Yang semuanya menguatkan gunung Tidar menjadi legenda abadi.

Sekilas Sejarah Candi di Seputar Magelang


Sekilas Sejarah Candi di Seputar Magelang
Imam Mawardi Rz

Jauh sebelum masuknya agama Islam, daerah yang sekarang ini dikenal sebagai Kabupaten Magelang adalah tempat yang sangat penting bagi Agama Hindu dan Budha di Jawa. Hal ini sebagaimana yang dituliskan M. Bambang Pranowo (2002). Reruntuhan candi Hindu kuno yang tersebar di daerah ini seperti Candi Ngawen, Candi Asuh, Candi Mulyo dan Candi Retno merupakan bukti betapa kuatnya pengaruh Agama Hindu di daerah ini pada masa lalu (Dumarci, 1978:13). Bekas kota kuno yang penuh dengan candi Siwa yakni Dieng terletak hanya 65 KM di sebelah barat laut dari daerah ini. Dataran tinggi Dieng yang dipercaya oleh orang-orang dahulu sebagai tempat bermukimnya para dewa, pada masa lalu adalah bagian dari wilayah Karesidenan Kedu dengan ibukotanya Magelang (Reffles, 1965 b: 30-31). Catatan para pengembara Cina dari abad ke 7 hingga abad ke 10 menceritakan bahwa para raja jawa biasa mengunjungi tempat ini ( De Klerek, 1938:132).

Candi Budha terbesar di dunia yakni Borobudur, yang dibangun oleh salah seorang raja dari Dinasti Saelendra pada abad ke 8 juga terletak di daerah ini, 12 Km di sebelah selatan kota Magelang. Borobudur dibangun pada masa perebutan pengaruh antara para penguasa Hindu dan Budha sedang berlangsung di Jawa. Menguatnya pengaruh dinasti Budha mengakibatkan para penganut Hindu pindah ke arah Jawa Timur. Pada sekitar tahun 820 penganut Hindu yang telah bermigrasi ke Jawa Timur dapat merebut kembali kekuasaan dan kemudian menyatukan Jawa Tengah dan Jawa Timur di bawah kekuasaan mereka. Kebangkitan kembali kekuasaan Hindu ini ditandai dengan pembangunan Candi Prambanan, 14 KM sebelah timur Yogyakarta atau 54 KM timur laut Magelang (Dumarcay, 1978: 3: De Klerek, 1938: 132-134).

MAGELANG Sebuah Fonemena


MAGELANG Sebuah Fonemena
Imam Mawardi Rz

Bagiku, Magelang dulunya sebuah daerah yang asing, kecuali karena adanya Borobudor yang merupakan salah satu keajaiban dunia dan juga AKMIL tempat pendidikan militer. Memang pernah seorang teman bercerita bahwa Magelang dikelilingi gunung dan bahkan juga di tengah-tengah kota ada gunungnya sebagai paru-paru kota. Dari cerita teman ini, saya hanya membayangkan kayak apa sih Magelang itu? Baru tahun 2001 saya pertama menginjakkan kaki di kota ini, karena suatu pekerjaan. Memang benar kenyataannya, Magelang merupakan pesonah tersendiri, udaranya segar pas tidak panas dan tidak dingin banget sehingga saya kerasan dan menetap sampai saat ini.

Magelang berada di wilayah eks karesidenan Kedu propinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 2 pemerintahan daerah yaitu kabupaten dan kota. Kabupaten terdiri dari …. kecamatan, dan kota terdiri dari 3 kecamatan. Kabupaten Magelang pusat pemerintahannya terletak di kota Mungkid, sedang kota Magelang sendiri wilayah pemerintahannya tepat berada di tengah-tengah wilayah kabupaten Magelang.

Nama Magelang yang berarti “berbentuk seperti gelang” menggambarkan hampir persis kondisi daerah ini yang dikelilingi pegunungan dan yang keseluruhannya membentuk rangkaian bagaikan gelang. Di bagian timur daerah Kabupaten Magelang terletak dua gunung tinggi yaitu Merbabu (sekitar 3.200 M di atas permukaan laut) dan Gunung Merapi-gunung berapi yang paling aktiv di Pulau Jawa (sekitar 3.000 M di atas pemukaan laut). Di bagian barat terletak Gunung Sumbing yang tingginya kurang lebih 3.100 M. Di sebelah selatan adalah pegunungan Menoreh. Sedangkan di sebelah utara terletak gunung Telomoyo dan Gunung Sumowono yang tingginya masing-masing sekitar 1.500 di atas permukaan laut. Di tengah kota Magelang terdapat sebuah bukit, oleh masyarakat di sebut sebagai gunung Tidar. Menurut jangka Joyoboyo gunung ini dianggap sebagai pakunya tanah jawa.

Begitu sakralnya nama bukit Tidar ini, memberi inspirasi terhadap nama-nama tempat, seperti Jalan Tidar, Rumah Sakit Umum Tidar, Apotik Tidar, Hotel Tidar, Terminal Tidar, bahkan sampai nama universitas yaitu Universitas Tidar.

Demikian sekilas info tentang nama Magelang, yaitu “berbentuk gelang” yang penafsiran ini diambil dari tulisan M. Bambang Pranowo dalam 70 th Kaprawi Ridwan Jabatan untuk Umat (2002) tentunya belum lengkap dan terpuaskan. Kalau ingin kenal lebih lanjut datang aja ke Magelang. Rutenya tidak sulit karena terletak antara jalur Jogja-Semarang dan Purwokerto-Semarang.