Senyuman kehidupan

Sabtu, Mei 22, 2010

Anakku… temanku


Anakku… temanku
By Umihan

Menunggui anak sekolah atau menemani dalam bermain di rumah memaksaku menjadi kanak-kanak abadi. Bermain dan belajar dalam konsep pendidikan usia dini adalah sama, bagaimana mengemas belajar sambil bermaian atau bermain sambil belajar merupakan strategi tersendiri dalam kesadaran naluriah alamiah dunia anak-anak. Menjadi kanak-kanak adalah sebuah romantika, tetapi dalam hal ini menggunakan spirit bahasa ibu untuk sengaja menularkan nilai-nilai (transfer of value) kepada anak. Untuk menularkan saya harus punya katogari nilai terlebih dahulu yang harus saya sadari, sebagaimana untuk menularkan penyakit flu, sebelum menularkan seseorang harus tertular terlebih dahulu. Katogori nilai yang harus di tularkan tentunya bagi saya harus bisa menjadi teladan secara istiqomah bagi anak-anak saya, bukan memerintah atau bahkan memaksa.

Bagi saya anak adalah sebuah kehidupan yang sedang berproses, dan secara tidak langsung mendidik diriku untuk selalu belajar menjadi ibu yang lebih baik. Untuk menumbuhkan kegemaran membaca tentunya seorang ibu harus terlebih dahulu rajin membaca, untuk menumbuhkan kedisiplinan beribadah, tentunya anak harus sering diajak ketempat-tempat ibadah. Bagi saya dunia ini adalah tempat belajar, belajar untuk menjadi terbaik melalui sebuah proses yang berkesinambungan, bukan asal bisa. Dalam belajar dibutuhkan kesabaran dan niat beribadah termasuk dalam hal bermain bersama anak-anak.

Khalifah ketiga Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan: “Tiada kekayaan lebih utama daripada ilmu, tiada kemiskinan lebih menyedihkan daripada kebodohan, dan tiada warisan yang paling berguna kecuali pendidikan”. Karenanya, sesibuk apa pun sebuah pekerjaan, bagi saya harus bisa menyempatkan menemani anak bermain dan belajar, karena hal ini di samping dapat menumbuhkan ikatan emosional dan kedekatan batin antara saya dan anak saya, juga kebahagiaan tersendiri sebagai seorang ibu.

Miranda Risang Ayu, pernah menuliskan dalam bukunya Permata Rumah Kita (2002), bahwa persahabatan dengan anak adalah sebuah hubungan yang paling manis yang bisa terbina antara orang tua dan anak, tetapi sekaligus hubungan yang paling pelik untuk dibangun. Hubungan ini pelik karena sejak awal, seorang ibu yang ingin bersahabat dengan anaknya harus rela menjadikan anaknya subyek, bahkan sekalipun anaknya masih bayi. Menjadikan anak subyek adalah menjadikan anak pihak yang langsung diajak berdialog dan berkomunikasi, dan bukannya pihak yang ramai didialogkan, dipergunjingkan, disanjung-sanjung, atau dipersalahkan. Anak dengan segala kesederhanaan bahasa dan pengungkapan perasaannya, menurutnya mempunyai hak penuh untuk didengar, bukan dipersalahkan. Bahkan karena kesederhanaanya, dia mempunyai hak istimewa untuk mendapatkan perhatian khusus ketika hendak mengungkapkan perasaan dan keinginannya.

Saya hanya manusia biasa yang sedang dan akan selalu belajar menjadi seorang ibu yang baik. Menjadi seorang ibu adalah amanat yang merupakan cita-cita tertinggi. Tiada kebahagiaan yang sempurna kecuali bisa mengantarkan anak-anak memasuki gerbang masa depannya dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah azza wa jalla memberikan kekuatan menelusuri setiap jalan cita-cita dengan iman dan cinta.

Magelang, 22 Mei 2010