Hari Masih Pagi… Membangun Rumah Cinta
By Imam Mawardi Rz
Hari masih pagi… ketika aku tuliskan kata-demi kata menjadi untaian kalimat sekedar menggambarkan pagi. Sisa hujan dalam renainya semalam menyublim embun-embun menjadi gelombung air di dedaunan dan menetes perlahan di depan rumah yang kubangun dengan cinta. Kabut mesti datang dari lembah Sumbing berarak mengintip mentari yang menyapa siapa-siapa saja yang terbangun sebelum subuh untuk mengurai berkah malaikat yang turun ke bumi mendoakan kebaikan.
Adalah sebuah harapan, ketika doa yang kutanam dalam fikiranku tumbuh menjadi motivasi nurani untuk selalu bergerak maju membawa sejarah masa depan. Padahal himpunan memori peristiwa selalu bertambah penuh warna menghiasi kehidupan yang berpacu dengan waktu. Ada yang hilang, ada yang remang-remang dan ada yang baru muncul seiring kedewasaan mencermati hidup.
Hari masih pagi… semangat harus selalu terbit seperti terbitnya matahari yang bertasbih. Semangat mengurai kehidupan menjadi legenda yang tak pernah berhenti mengiringi doa bersama langkah-langkah cita berproses dan selalu berproses membangun harapan sebuah nilai kebaikan dari yang kecil dan sederhana sampai yang kompleks penuh nuansa, yang penting keajegan (istiqomah) menjadi rutinitas belajar bagaimana mengemas rasa ikhlas dalam bingkai kesabaran hingga membentuk tradisi membangun kesempurnaan hati dan fikiran di ranah estafeta kehidupan.
Rumah yang kubangun dengan cinta, harus menjadi surga tempat persemaian cinta untuk mentradisikan cinta bagi istri dan anak-anakku. Rumah cinta adalah madrasah (sekolah) tempat belajar pernik-pernik tentang kebijaksanaan dan kearifan dalam keserhanaan hidup dengan cita rasa yang tinggi, bagaimana menghargai dan bagaimana menghormati. Rumah cinta adalah rumah hati sekaligus rumah fikiran dengan kejernihannya menafsirkan makna belajar hakekat hitam dan putih.
Gambaran pagi yang kutuliskan akan menjadi siang, kemudian sore dan lalu malam. Siklus kehidupan akan selalu bermetamorfosis dengan sempurna. Namun dari situlah kehidupan akan tetap diwarnai dengan berbagai macam warna oleh manusia, seperti pelangi yang hakekatnya adalah bias dari warna putih. Apa yang dicari dari hidup ini adalah melakukan kebaikan yang terbaik dari sebuah kemampuan yang ada. Iman adalah kuncinya, semakin kuat mengakar dalam hati, fikiran dan keseluruhan tubuh semakin jernih memandang dan memaknai kehidupan. Iman menjadi cinta…. Cinta di atas cinta.
Wallahu a’lamu bi shawab.
Magelang, 9 Oktober 2009