Senyuman kehidupan

Jumat, Juli 30, 2010

Pengembangan Model E-Learning dalam Pembelajaran


Pengembangan Model E-Learning dalam Pembelajaran
Imam Mawardi

Pengembangan model e-learning merupakan pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran. Dalam hal ini Rosenberg (2001) mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-learning, yaitu: (a). E-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangat penting sehingga dikatakan sebagai persyaratan absolut. (2) e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones, Pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan pembelajaran tetapi tidak bisa digolongkan sebagai e-learning. (3) e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang mengungguli paradigma tradisional dalam pelatihan.

Dalam pengembangan model e-learning perlu rancangan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan, khususnya dalam penggunaan internet. Menurut Haughey (Anwas, 2000) ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course. Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disamapaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.

Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberi arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet.

Sedang model ketiga, web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Peran pengajar dalam model ini dituntut untuk menguasahi teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.

Dari ketiga model yang ditawarkan Haughey di atas, mana yang lebih baik tentunya tergantung kapan model tersebut digunakan, namun yang penting diperhatikan adalah keseluruhan aspek-aspek pendidikan di dalamnya, bukan hanya aspek kognitif semata, tapi juga aspek psikomotor dan afektif secara terpadu. Di samping itu aspek-aspek psikologi dan sosial budaya menjadi bahan pertimbangan juga ketika e-learning ini disampaikan.

Beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam memanfaatkan e-learning, sebagaimana para ahli pendidikan dan internet menyarankan hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum seseorang memilih internet untuk kegiatan pembelajaran (Bullen, 2001; Hartanto dan Purbo, 2002; Soekartawi et.al, 1999; Yusup Hashim dan Razmah, 2001) antara lain: (1) Analisis Kebutuhan (Need Analysis), (2) Rancangan Instruksional, (3) Tahap Pengembangan, (4) Pelaksanaan, (5) Evaluasi.

Adapun masalah-masalah yang sering dihadapi perlu diperhatikan juga, misalnya: (1) Masalah akses untuk bisa melaksanakan e-learning seperti ketersediaan jaringan internet, listrik, telepon dan infrastruktur yang lain. (2) Masalah ketersediaan software (piranti lunak). Bagaimana mengusahakan piranti lunak yang tidak mahal. (3) Masalah dampaknya terhadap kurikulum yang ada. (4) Masalah skill and knowledge. (5) Attitude terhadap ICT.

Dengan demikian, penggunaan e-learning dalam pembelajaran, merupakan keniscayaan dari perkembangan zaman. Meskipun demikian, penggunaannya tergantung dari: pertama, apakah teknologi itu memang sudah merupakan kebutuhan; kedua, apakah fasilitas pendukungnya yang memadai; ketiga, apakah didukung oleh dana yang memadai dan keempat, apakah ada dukungan dari pembuat kebijakan. Sekian.

Rabu, Juni 02, 2010

Untuk Umi… cahaya cinta... Selamat Ulang Tahun


Untuk Umi… cahaya cinta
Selamat Ulang Tahun

Dari Bandung Abi sebarkan aroma mewangi kota kembang, di suatu senja sebelum maghrib saat bianglala melintas dalam bias-bias warna di menara masjid Darut Tauhid hingga redup di ujung senja mensisakan rona jentera keabadian mengiringi gema adzan menutup hari untuk istirah.

Umi.. rajutan doa semesta dari senja hingga batas malam menanti pagi kembali dengan senyuman yang indah membuka hari. Dalam fikiran sunyi, Abi belajar memahami sejarah yang kita tuliskan pada buah hati dengan cinta untuk memberi warna setiap pernik hidup dan memberi rasa setiap aroma hidup. Karena hakekat hidup yang sesungguhnya mensyukuri makna usia pada perubahan dimensi waktu menjadi diri yang berarti.

Umi…hari ini adalah hari kelahiranmu, berulang dalam hitungan tahun menuju kematangan sebuah kedewasaan sikap dan kebijaksanaan sebagai diri, sebagai istri dan sebagai ibu bagi anak-anak. Ulang tahun adalah saat-saat merefleksi diri dari apa yang sudah diperbuat dan diberikan pada kehidupan. Selamat ulang tahun istriku… semoga bermanfaat usia menemani hari-hari Abi bersama merajut kehidupan yang penuh cinta dan cita.

Abi tahu… Umi tak pernah minta kado ulang tahun, kecuali Abi yang memberi. Senyuman manis yang dihiasi doa itulah yang pasti Abi berikan sebagai kado yang terindah untuk menambah kenikmatan rasa dan keindahan budi dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Rasa ikhlas Umi menjadi kehangatan dari rasa syukur Abi untuk menjadi teladan bagi anak-anak, karena disinilah pendidikan dibentuk pertama kali dalam perjalanan sejarah yang kita tuliskan pada dinding-dinding kehidupan.

Selamat ulang tahun Umi, istri dan ibu dari anak-anakku …. Semoga hari-harimu menjadi indah, menjadi istri dan ibu yang shalihah. Umi, jadikan rumah sebagai madrasah yang penuh keceriaan celoteh anak-anak, karena coleteh anak-anak adalah tasbih yang memberi nuansa warna pelajaran memahami kehidupan. Umi, Abi bangga untuk mensyukuri nikmat-Nya.
Semoga.

From Abihan
Imam Mawardi

Sabtu, Mei 22, 2010

Anakku… temanku


Anakku… temanku
By Umihan

Menunggui anak sekolah atau menemani dalam bermain di rumah memaksaku menjadi kanak-kanak abadi. Bermain dan belajar dalam konsep pendidikan usia dini adalah sama, bagaimana mengemas belajar sambil bermaian atau bermain sambil belajar merupakan strategi tersendiri dalam kesadaran naluriah alamiah dunia anak-anak. Menjadi kanak-kanak adalah sebuah romantika, tetapi dalam hal ini menggunakan spirit bahasa ibu untuk sengaja menularkan nilai-nilai (transfer of value) kepada anak. Untuk menularkan saya harus punya katogari nilai terlebih dahulu yang harus saya sadari, sebagaimana untuk menularkan penyakit flu, sebelum menularkan seseorang harus tertular terlebih dahulu. Katogori nilai yang harus di tularkan tentunya bagi saya harus bisa menjadi teladan secara istiqomah bagi anak-anak saya, bukan memerintah atau bahkan memaksa.

Bagi saya anak adalah sebuah kehidupan yang sedang berproses, dan secara tidak langsung mendidik diriku untuk selalu belajar menjadi ibu yang lebih baik. Untuk menumbuhkan kegemaran membaca tentunya seorang ibu harus terlebih dahulu rajin membaca, untuk menumbuhkan kedisiplinan beribadah, tentunya anak harus sering diajak ketempat-tempat ibadah. Bagi saya dunia ini adalah tempat belajar, belajar untuk menjadi terbaik melalui sebuah proses yang berkesinambungan, bukan asal bisa. Dalam belajar dibutuhkan kesabaran dan niat beribadah termasuk dalam hal bermain bersama anak-anak.

Khalifah ketiga Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan: “Tiada kekayaan lebih utama daripada ilmu, tiada kemiskinan lebih menyedihkan daripada kebodohan, dan tiada warisan yang paling berguna kecuali pendidikan”. Karenanya, sesibuk apa pun sebuah pekerjaan, bagi saya harus bisa menyempatkan menemani anak bermain dan belajar, karena hal ini di samping dapat menumbuhkan ikatan emosional dan kedekatan batin antara saya dan anak saya, juga kebahagiaan tersendiri sebagai seorang ibu.

Miranda Risang Ayu, pernah menuliskan dalam bukunya Permata Rumah Kita (2002), bahwa persahabatan dengan anak adalah sebuah hubungan yang paling manis yang bisa terbina antara orang tua dan anak, tetapi sekaligus hubungan yang paling pelik untuk dibangun. Hubungan ini pelik karena sejak awal, seorang ibu yang ingin bersahabat dengan anaknya harus rela menjadikan anaknya subyek, bahkan sekalipun anaknya masih bayi. Menjadikan anak subyek adalah menjadikan anak pihak yang langsung diajak berdialog dan berkomunikasi, dan bukannya pihak yang ramai didialogkan, dipergunjingkan, disanjung-sanjung, atau dipersalahkan. Anak dengan segala kesederhanaan bahasa dan pengungkapan perasaannya, menurutnya mempunyai hak penuh untuk didengar, bukan dipersalahkan. Bahkan karena kesederhanaanya, dia mempunyai hak istimewa untuk mendapatkan perhatian khusus ketika hendak mengungkapkan perasaan dan keinginannya.

Saya hanya manusia biasa yang sedang dan akan selalu belajar menjadi seorang ibu yang baik. Menjadi seorang ibu adalah amanat yang merupakan cita-cita tertinggi. Tiada kebahagiaan yang sempurna kecuali bisa mengantarkan anak-anak memasuki gerbang masa depannya dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah azza wa jalla memberikan kekuatan menelusuri setiap jalan cita-cita dengan iman dan cinta.

Magelang, 22 Mei 2010

Rabu, April 28, 2010

Nyanyian Subuh


Nyanyian Subuh
By Imam Mawardi

Sebelum matahari terbangun… fajar telah mengantarkan embun
Sampai di ubun fikiranku
Masih terasa subuh menggayut kabut di setiap tapak perjalanan
Hidup tak kan berhenti di sini
Do’a–doa pagi membias altar di dinding beku penuh jamur dan lumpur
Tersisa aroma melati yang tumbuh di belukar fikiran

Tak sampai kuragukan setiap celuk dedaunan
Embun menetes seperti doa di jagat lazuardi
Damai hati membahasakan cinta yang terbangun sebelum subuh
Sampai dua malaikat menebar doa

Asaku tumbuh mengembang… cinta
: menafsirkan langit yang memerah

Bandung, 28 April 2010

Selasa, Maret 23, 2010

Tujuh Tahun Ikrar itu ... Catatan untuk Umihan with love


Tujuh Tahun Ikrar itu ...
Catatan untuk Umihan with love

by Imam Mawardi (abihan)

Tujuh tahun ikrar itu menjadi bulatan-bulatan permata yang semakin mengkilat
saat Tuhan menyatukan cinta-Nya dalam perjanjian yang dituliskan
dari hati dan dari hati hamba-Nya

Tujuh tahun ikrar itu awal sebuah proses ketika hidup harus dijalani dengan logika yang sederhana
logika untuk mengerti bahwa hidup adalah pendidikan
logika untuk memahami bahwa hidup adalah perjuangan
tak mengenal akhir
karena hidup, saujana kebersamaan untuk memberi cahaya

Tujuh tahun lalu ketika sejarah mulai dituliskan di dinding-dinding hati
memberi warna setiap nafas dengan syukur
membelai berjalannya waktu akan perubahan fisik dengan rahmah
mengelola rizki untuk kebajikan

Kini, di tahun ketujuh… permata hidup harus tetap diasah
bersama dua buah hati memberi warna kehidupan
permata harus tetap diasah dengan keimanan

Ya Allah ya Khaliqul Musawwir Pencipta kejadian yang sempurna
Ikatlah hati kami selalu dalam perjanjianMu untuk mengisi setiap episode kehidupan dengan iman dan cinta
Jadikan setiap kesulitan dan kenikmatan hidup menjadikan kami kuat dan syukur
Ya Allah kami berharap ridha-Mu dalam membina keluarga meneruskan peradaban generasi kehidupan.

Bandung, 23 Maret 2010

Logika Gerimis

Logika Gerimis
By Imam Mawardi (Abihan)

Mengeja hari di pusaran waktu ketika tidak ada lagi pertanyaan tentang cinta yang dicuri
atau mengendap-endap mengisi setiap bahasa menyuguhkan hidangan hati
kau datang dengan logika gerimis membawa buku-buku bercerita kabut putih
padahal waktu telah berevolusi menggiring cinta untuk kau mengerti

Aku melihat tak bergeming bermain logika gerimismu yang menari-nari
seperti dalam nampan paradigma menawarkan harga naluri
selaksa hasratku yang berembun menyublim hati selembut nafiri
menyesesuaikan bahasa bagaimana harus memahami
cinta dan keakuanmu

Bandung, 23 Maret 2010

Minggu, Februari 28, 2010

Implementasi Kurikulum Kehidupan


Implementasi Kurikulum Kehidupan
by Imam Mawardi (Abihan)

Kehidupan berjalan seiring perubahan demi perubahan. Setiap perubahan membawa dampak nyata baik yang positif maupun yang negatif. Apapun jenis perubahan kita harus mensikapinya dengan fikiran yang terbuka dan hati yang terjaga. Seberapa banyak kita belajar sebanyak itu pula kita tidak memahami apa sebenarnya kehidupan itu sendiri.

Hidup penuh rencana-rencana. Rencana merupakan ide atau gagasan terbesar yang bisa hilang begitu saja bila tak diiringi niat dan kemampuan yang baik. Setiap rencana akan bermakna bila mampu diaktualisasikan dalam dunia nyata. Fazlur Rahman mengatakan bahwa pemikir besar dan orisinal adalah seseorang yang menemukan gagasan pokok (master idea), yaitu prinsip dasar yang mengandung semua realitas lalu memahaminya sehingga menjadi sesuatu yang baru dan penting. Gagasan pokok itu mengubah dasar-dasar perspektif kita dalam melihat realitas bahkan bisa memberikan solusi yang segar dan jitu terhadap permasalahan-permasalahan lama yang mengganggu pikiran manusia.

Pendidikan adalah kehidupan dan kehidupan adalah pendidikan. Dalam kehidupan memerlukan pendidikan sebagai alat untuk mentransformasikan nilai-nilai, demikian juga pendidikan alat bagaimana memahami kehidupan. Sayangnya, peran-peran ini dalam manifestasinya banyak dibatasi oleh sekat ruang dan waktu. Sekat-sekat ini sebenarnya hanyalah bagian kecil dari apa yang dinamakan pengajaran dan bukan pendidikan, mesipun pengajaran ada dalam pendidikan. Sekat-sekat ini merupakan pengertian sederhana dari kurikulum bagaimana memproses pengajaran dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasinya.

Apabila dilihat dari perspektif yang lebih luas, ketika kehidupan dimaknai pendidikan dimana nilai-nilai menjadi wujud kebudayaan, maka kebudayaan menjadi proses yang penting. Nilai-nilai kebudayaan menurut H.A.R. Tilaar, ditransmisikan dengan proses-proses ‘acquiring’ melalui ‘inquiring’. Jadi proses pendidikan bukan terjadi secara pasif atau “culture determined” tetapi melalui proses interaktif antara manusia. Proses tersebut memungkinkan terjadinya perkembangan budaya melalui kemampuan-kemampuan kreatif yang memungkinkan terjadi inovasi dan penemuan-penemuan budaya lainnya, serta asimilasi, akulturasi dan sebagainya. Dari perspektif lebih luas ini kurikulum harus dimaknai sebagai sebuah proses dari tahapan-tahapan kehidupan, dari ketika seseorang dilahirkan, dibesarkan, belajar memenuhi kebutuhannya, bersosialisasi, sampai bagaimana mencapai makna hidup. Dengan demikian di setiap tahapan kehidupan ada nilai-nilai yang menjadi inti kurikulum.

Implementasi kurikulum kehidupan dalam mentransformasikan nilai-nilai menjadi tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi, menduduki peran apapun baik sebagai diri sendiri, sebagai kepala keluarga, sebagai guru, pemimpin masyarakat dan banyak lagi peran yang perlu dipelajari. Di sini kurikulum mengajarkan makna pendidikan bagaimana menjadi manusia yang berarti.

Magelang, 28 Februari 2010

Kritik dan Fokus Kurikulum Berbasisi Kompetensi

Kritik terhadap pendidikan dan kurikulum berbasis kompetensi
by Imam Mawardi

Kurikulum berbasis kompetensi sebagaimana yang diterapkan di Indonesia dan dikenal dengan Kurikulum 2004 dalam implementasinya di lapangan cenderung memaksakan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik tanpa memperhatikan factor-faktor sosiologis budaya masyarakat yang berbeda-beda. Apalagi bila dihubungkan dengan kesiapan satuan pendidikan sekolah belum menyentuh karakteristik satuan pendidikan sekolah di masing-masing daerah. Kesiapan guru dalam menggunakan KBK ini menjadi pertimbangan tersendiri dimana kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran masih belum sesuai dengan standar yang dituangkan dalam kurikulum.

Dilihat dari substansi yang dikembangkan kurikulum berbasis kompetensi lebih cenderung nampak pada pengembangan hard skills peserta didik dari pada pengembangan kepribadian yang porsinya lebih sedikit, apalagi hal ini apabila diterapkan di satuan-satuan pendidikan umum. Hal-hal lain yang perlu dikritisi pada jenis kurikulum ini adalah kurangnya keseimbangan antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah, hanya berpusat pada potensi anak didik dan kurang memperhatikan kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, hanya mementingkan tuntutan dunia kerja kurang memperhatikan dinamika perkembangan global dan kondisi social budaya masyarakat setempat. Demikian juga masalah tentang kesetaraan gender belum diperhatikan dalam kurikulum ini, di samping tidak diperhatikannya karakteristik satuan pendidikan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Perangkat Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan resep instan terhadap masa depan bangsa Indonesia di mata dunia, kondisi bangsa saat ini, kondisi sekolah, kondisi guru, serta keberagaman anak didik dengan segala kecepatan dan kelambanannya (Balitbang Depdiknas: 2003).

Fokus kurikulum dengan pendidikan berbasis kompetensi

Fokus kurikulum pada pendidikan berbasis kompetensi adalah penguasaan pada kompetensi tertentu berdasarkan tahap-tahap perkembangan peserta didik. Peserta didik pada proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan. Setiap tahap perkembangan memilki sejumlah potensi bawaan yang dapat dikembangkan, tetapi pemekarannya sangat tergantung pada kesempatan yang ada dan kondisi lingkungannya. Pendidikan merupakan lingkungan utama yang memberikan kesempatan dan dukungan bagi perkembangan potensi-potensi peserta didik (Majid & Andayani, 2004).

Pembaharuan pendidikan dan pembelajaran selalu dilaksanakan dari waktu ke waktu dan tak pernah henti. Pendidikan dan pembelajaran berbasis kompetensi merupakan contoh hasil perubahan dimaksud dengan tujuan untuk meningkatkan kulitas pendidikan dan pembelajaran'.

Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah "pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur". Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena. itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat global. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.

Dilihat dari namanya saja diketahui bahwa kurikulum ini memberi penekanan yang dominan pada berbagi kompetensi yang harus dikuasai oleh anak didik dalam setiap bidang studi pada setiap jenjang sekolah. Implikasinya, akan terjadi pergeseran dari penguasaan pengetahuan (kognitif) atau dominasi kognitif menuju kepada penguasaan kompetensi tertentu. Kompetensi yang dituntut dibagi atas tiga macam, yaitu: 1) Kompetensi tamatan/lulusan; kompetensi minimal yang harus dicapai siswa yang tamat dari suatu jenjang pendidikan tertentu (SD – SLTA); 2) Kompetensi Umum Mata Pelajaran/Standar; kompetensi/baku kinerja minimal yang harus dicapai pada saat siswa menyelesaikan suatu rumpun atau mata pelajaran tertentu; serta 3) Kompetensi dasar; kemampuan minimal yang harus dicapai siswa dalam penguasaan konsep/materi yang dibelajarkan (ukuran minimal yang telah ditetapkan tentang pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap dan perilaku dasar dalam menguasai materi pokok dan indicator pencapaian hasil belajar).

Paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang mencakup kurikulum, pembelajaran, dan penilaian, menekankan pencapaian hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada siswa/mahasiswa melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran yang mencakup pemilihan materi, strategi, media, penilaian, dan sumber atau bahan pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai siswa/mahasiswa dapat dilihat pada kemampuan siswa/mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikuasai sesuai dengan staniar prosedur tertentu. (http://www.ditpertais.net/swara/warta17-03.asp)

Referensi:
Ali, M. dkk (peny). 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas
Majid, A. dan Andayani, D. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Miller, J.P. dan Seller, W. 1985. Curriculum: Perspectives and practice. New York: Longmen
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. Second edition. St Leonard-Australia: Allen & Unwin
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Sukmadinata, N.S. (2000). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Cet. 2. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Susilana, R. dkk.(2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kutekpen FIP UPI
Swara Ditpertais: No. 17 Th. II, 18 Oktober 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi [Online]. Tersedia: http://www.ditpertais.net/swara/warta17-03.asp
Tyler, R.W. 1975. Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago & London: The University of Chicago Press.
UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran (Filosofi, Teori dan Aplikasi). Bandung: Pakar Raya.

Sejarah Kurikulum Berbasis Kompetensi

Latar Belakang Sejarah Kurikulum Berbasis Kompetensi
by Imam Mawardi

Globalisasi yang ditandai dengan kemajuan cepat serta mendunia di bidang informasi telah berpengaruh pada peradaban manusia. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan social, ekonomi, dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran, serta cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan local. Pada masa sekarang, hanya negara yang mempunyai pemahaman dan kearifan tentang proses, serta ancaman globalisasi akan mempunyai kesempatan untuk bertahan hidup, produktif, sejahtera, damai dan aman dalam masyarakatnya dan masyarakat dunia. Oleh sebab itu diperlukan pemaknaan baru tentang kesejahteraan bangsa. Kesejahteraan bangsa tidak dapat lagi diartikan dengan banyaknya sumber daya alam yang dimiliki, tetapi tingginya daya saing, daya suai dan kompetensi suatu bangsa menjadi SDM yang unggul.

Untuk menjawab persoalan di atas diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognitif dan kompetensi untuk berfikir bagaimana berfikir, belajar bagaimana belajar dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan; sereta mengatasi situasi yang ambigus dan antisipatif terhadap ketidakpastian. Dengan demikian maka dikembangkan sebuah konsep kompetensi dalam kurikulum pendidikan untuk dapat membekali ketrampilan dan keahlian berdaya saing serta berdaya suai untuk bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidaktentuan, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan.

Istilah kompetensi sendiri bukan hal baru, karena pembahasan tentang kompetensi sudah ada sejak tahun 1956. Konsep kompetensi pertama kali muncul dalam organisasi bisnis khususnya dalam perekrutan dan penyeleksian karyawan-karyawan baru, sebab saat itu sudah ada prinsip: “organisasi bisnis lebih memilih melakukan pengujian atas kompetensi dari pada intelejensi” (Mc Celland, 1973). Dalam artikelnya Mc Celland berpendapat bahwa secara umum pengujian kepribadian dan IQ kurang dapat memprediksi keberhasilan performa, untuk itu penelitian tentang kompetensi harus dikembangkan sebagai sebuah alternative.

Memasuki tahun 1970-an, berbagai institusi pendidikan mulai menaruh perhatian terhadap masalah kompetensi. Memang ada kekurangjelasan asal usul perkembangan kompetensi dibidang pendidikan, tetapi setidaknya memasuki tahun 1970-an, sudah ada 2 aliran kompetensi, yakni pendidikan guru berbasis kompetensi (CBTE) dan pendidikan guru berbasis humanistic (HBTE). Dalam bidang pendidikan diakui memang tidak ada garis historis yang jelas seperti halnya dalam bidang organisasi bisnis. Namun yang pasti bahwa perkembangan kompetensi di bidang pendiidkan merupakan respons dari perkembangan dan tuntutan dalam organisasi bisnis.

Pengertian Kurikulum berbasis Kompetensi dan landasan-landasannya

Proses pembelajaran yang didasarkan pada kompetensi atau penguasaan adalah kegiatan belajar mengajar yang diarahkan untuk memberikan pengetahuan, sikap dan ketrampilan kepada peserta didik untuk melakukan sesuatu, berupa seperangkat tindakan intelegensi (dalam bentuk kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan) penuh tanggungjawab yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan tugas-tugas pada jenis pekerjaan tertentu.

Berdasarkan teori, secara umum kompetensi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai sebagai kinerja yang berpengaruh terhadap peran, perbuatan, prestasi, serta pekerjaan seseorang. Dengan demikian, kompetensi dapat diukur dengan standar umum serta dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan (Yulaelawati, 2004)

Dalam pengertian yang lain kompetensi dapat diartikan kinerja, dengan indikasi motif, sifat, konsep diri, pengetahuan dan ketrampilan yang menjadi karakteristik individu. Kompetensi tersebut dapat memepengaruhi perilaku dalam bertindak dan berdampak terhadap kinerja dalam jabatan.

Depdiknas (2002) mendefinisikan kompetensi sebagai pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak yang secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.

Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh peserta didik, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.

Dengan kurikulum berbasis kompetensi diharapkan dapat menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dengan memberikan dasar-dasar pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman belajar dengan integrasi mata pelajaran yang sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat untuk membangun pilar pendidikan., yaitu belajar untuk memehami, belajar untuk berbuat kreatif, belajar untuk hidup dalam kebersamaan, dan belajar untuk membangun serta mengekspresikan jati diri yang dilandasi ketiga pilar sebelumnya.

Landasan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Ada beberapa landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Tayler (1949), landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, social budaya, dan psikolologis. Pendapat tersebut serupa dengan yang dikemukakan Murray Print (1993) bahwa landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, social budaya, dan psikologis, perkembangan ilmu dan teknologi. Perkembagan terakhir beliau menambahkan atau melengkapi landasan tersebut dengan landasan manajemen.

Penyusunan model desain kurikulum berdasarkan kompetensi menurut Majid & Andayani (2004) akan mengacu pada:
Landasan filosofis.
Filsafat merupakan suatu system yang dapat menentukan arah hidup dan serta menggambarkan nilai-nilai apa yang paling dihargai dalam hidup seseorang. Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan dengan falsafah bangsa dan negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan. Filsafat inilah yang harus dimiliki setriap guru, agar dapat membentuk pandangan hidup yang benar. Dalam filsafat terkandung gambaran tentang masyarakat yang akan dibangun, manusia apakah yang harus dibentuk, kurikulum apa yang harus digunakan. Tujuan, metode, alat pendidikan, pandangan tentang anak ditentukan oleh filsafat yang mengarah pada tujuan tertentu. Tujuan tersebut adalah tujuan pendidikan yang harus sesuai dengan filsafat negara, dimana akan membangun sumber-sumber daya manusia yang diinginkan.

Landasan psikologis.
Kurikulum harus dipandang sebagai suatu system yang di dalamnya merupakan reaksi terhadap proses yang ditentukan oleh orang dewasa dengan memperhatikan kebutuhan dan minat peserta didik berdasarkan psikologisnya. Aliran psikologi behaviorisme dan humanistic yang mengandung makna pembelajaran menekankan pada pengembangan dan penguasaan terhadap kompetensi, serta menekankan pada pengembangan manusia seutuhnya dijadikan sebagai salah satu landasan.

Landasan social budaya.
Landasan ini berkenaan dengan keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya, berupa pengetahuan, dan lain-lain. Dengan dijadikan sosiologis sebagai landasan pengembangan kurikulum, maka peserta didik nantinya diharapkan mampu bekerja sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Landasan ini berkenaan dengan masyarakat yang selalu berkembang karena dipengaruhi perkembangan ilmu dan teknologi yang memiliki pengaruh yang kuat pada pengembangan kurikulum. Dengan iptek sebagai landasan, peserta didik diharapkan mampu mengikuti perkembangan iptek sesuai dengan system nilai, kemanusiawian dan budaya bangsa.

Landasan organisatoris.
Landasan ini berkenaan dengan bentuk dan organisasi bahan pelajaran yang disajikan.


Referensi:
Ali, M. dkk (peny). 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas
Majid, A. dan Andayani, D. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Miller, J.P. dan Seller, W. 1985. Curriculum: Perspectives and practice. New York: Longmen
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. Second edition. St Leonard-Australia: Allen & Unwin
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Sukmadinata, N.S. (2000). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Cet. 2. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Susilana, R. dkk.(2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kutekpen FIP UPI
Swara Ditpertais: No. 17 Th. II, 18 Oktober 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi [Online]. Tersedia: http://www.ditpertais.net/swara/warta17-03.asp
Tyler, R.W. 1975. Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago & London: The University of Chicago Press.
UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran (Filosofi, Teori dan Aplikasi). Bandung: Pakar Raya.

Filsafat Kurikulum Berbasis Kompetensi

Filsafat Kurikulum Berbasis kompetensi
by Imam Mawardi

Secara harfiah filsafat berarti “cinta akan kebajikan” (love of wisdom), untuk mengerti dan berbuat secara bijak, ia harus memiliki pengetahuan, dan pengetahuan diperoleh melalui proses berfikir, yaitu berfikir secara mendalam, logis dan sistematis. Dalam pengertian umum filsafat adalah cara berfikir secara radikal, menyeluruh dan mendalam (Socrates) atau cara berfikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Plato menyebut filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran (Susilana, dkk, 2006). Secara akademik, filsafat berarti suatu upaya untuk menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang alam semesta dan kedudukan manusia di dalamnya. Sedangkan kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU Sisdiknas No 20 tahun 2003).

Dalam seperangkat rencana untuk mencapai tujuan diperlukan landasan filosofis untuk memperkuat ke arah mana peserta didik atau bahkan dalam arti lebih luas pendidikan itu diarahkan sesuai dengan prinsip-prinsip falsafah negara dan kelembagaaan. Dengan demikian proses pembelajaran harus diorientasikan pada pengembangan kompetensi peserta didik, yaitu karakteristik mendasar seseorang yang berhubungan timbale balik dengan suatu criteria efektif dan atau kecakapan terbaik seseorang dalam pekerjaan atau keadaan (Spencer dan Spencer, 1993).

Mengenai dasar dari filsafat kurikulum berbasisis kompetensi tidak bisa dilepaskan dari teknologi pendidikan yang merupakan induk dari pendekatan kompetensi (termasuk KBK), dimana lebih mengacu pada filsafat analitis atau atomisme logis. Filsafat ini dasarnya sama dengan positivisme atau empirisme, bahwa realitas absolute adalah inheren dalam kehidupan dunia ini (kosmos), pengetahuan absolute ditemukan melalui pengindraan dan pemikiran (Sukmadinata dalam Ali dkk, 2007)

Konsep pendidikan yang berlandaskan pemikiran–pemikiran positivism atau empirisme logis memandang pendidikan sebagai pewarisan atau penerusan ilmu, ketrampilan dan nilai-nilai kepada generasi muda “the function of education is to transmit facts, skills, and values to students” (Seller and Miller, ).

Dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, pada prinsipnya sama seperti job, jabatan atau pekerjaan dan tugas menuntut penguasaan sejumlah kompetensi, kompetensi besar diurai menjadi kompetensi yang lebih kecil, sampai pada perilaku-perilaku. Pembelajaran diarahkan pada penguasaan perilaku-perilaku tersebut. Apabila sejumlah perilaku yang merupakan bagian dari suatu sub kompetensi dikuasai dan sejumlah kompetensi yang menunjang suatu tugas dan job dikuasai maka dia akan menguasi job tersebut. Kalau dalam pengembangan programnya bersifat analitis, dalam implementasinya bersifat mekanistis-atomistis maka dalam penyimpulan hasilnya bersifat sintesis (Sukmadinata dalam Ali dkk, 2007).

Dengan demikian filsafat kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu dasar kritis dari sebuah pemikiran yang menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang kurikulum dimana pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai alat yang didesain untuk mengembangkan kompetensi yang harus dimiliki peserta didik dalam mempersiapkan masa depannya.

Referensi:
Ali, M. dkk (peny). 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas

Miller, J.P. dan Seller, W. 1985. Curriculum: Perspectives and practice. New York: Longmen

Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. Second edition. St Leonard-Australia: Allen & Unwin

Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Sukmadinata, N.S. (2000). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Cet. 2. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Susilana, R. dkk.(2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kutekpen FIP UPI

Tyler, R.W. 1975. Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago & London: The University of Chicago Press.

UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Minggu, Januari 17, 2010

Menggerus Waktu

Menggerus Waktu
By Umihan (Evin Yunias)

Hari berjalan tak lagi sesuai logika formal, ketika aku sematkan harapan pada setumpuk cita-cita di bangku kuliah. Harapan yang kubangun bukanlah hilang tapi mengendap bahkan mengkristal menjadi butiran-butiran mutiara yang harus ku asah terus biar semakin mengkilat. Mutiara itu adalah nilai-nilai kehidupan yang kuperoleh dan kupelajari dari sebuah pendidikan yang tak mengenal batas ruang dan waktu.

Banyak pelajaran yang kuperoleh dari suami, anak-anak, teman-teman di masyrakat baik di posyandu, pengajian ibu-ibu, wali murid teman anakku di TK. Semua membawa inspirasi menikmati dan menjalani hidup syukur dari apa yang diberikanNya. Bahkan dari sebuah peristiwa yang sederhana pun, misalnya menanggapi pertanyaan anak.

Setiap pulang dari Bandung, Abi (panggilan untuk suami menirukan anak-anak)membelikan buku apa saja untuk aku baca. Pada awalnya aku malas membaca, tapi lama kelamaan menjadi rutinitas di antara aktifitas pekerjaan rumah tangga yang menumpuk, ada kenikmatan tersendiri dalam memperkaya makna hidup.

"Hidup untuk dijalani" kata Abi. Apa pun bentuk hidup adalah anugerah, meski tidak sesuai dengan rencana sebelumnya, tetapi dengan melewati sebuah proses hidup akan kaya makna. Ambisi akan menggerus keberkahan hidup, tapi perjuangan tak berhenti di sini, artinya ada sisi kompetisi dalam hidup dengan menempatkan makna tujuan hakiki hidup itu sendiri.