Hari yang Bersahaja
Imam Mawardi Rz (Abihan)
Tepat di saat usiaku menapak waktu…, titik-titik hidup semakin membentuk pola yang tersusun dalam mekanisme perputaran waktu. Tanggung jawab kemanusiaan menunjukkan kedirian dimana target menjelma cita-cita, kadang seperti ambisi. Tetapi—mungkin terlewatkan— kesadaran untuk memberi arti adalah tujuan mengapa hidup ini harus dijalani.
Hidup adalah amanah yang harus dipenuhi sebagai prinsip taktertawarkan. Mengemban amanat dan memenuhinya meskipun sangat berat resikonya, merupakan kualitas hidup yang bermakna. Al-Maraghi, ketika menafsirkan ayat
“Innallaha ya’murukum an tu’addu al-amanaati ila ahliha” (an-Nisa’:58), beliau mengemukakan bahwa terdapat bermacam bentuk amanah, yaitu: 1) amanah hamba terhadap Tuhannya, yakni sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga oleh manusia,yang berupa mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, serta menggunakan alat-alat potensialnya dan anggota badannya dalam bernagai aktivitas yang bisa mendatangkan manfaat baginya dan dapat medekatkan diri kepada Tuhannya sehingga bila manusia melanggarnya, maka berarti dia berkhianat kepada Tuhannya; 2) amanah hamba terhadap sesame manusia, yakni mengembalikan barang-barang titipan kepada pemiliknya dan tidak mau menipu, serta menjaga rahasia seseorang yang tidak pantas dipublikasikan; dan 3) amanah manusia terhadap dirinya, yakni berusaha melakukan hal-hal yang lebih baik dan lebih bermanfat bagi dirinya untuk kepentingan agama dan dunianya, tidak melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya, baik untuk kepentingan akhirat maupun dunianya serta berusaha menjaga dan memelihara kesehatan dirinya. (Al-Maraghi:1966, II:70).
Alangkah indahnya, apabila amanah mampu aku tunaikan. Memang, inilah cita-cita yang seharusnya aku tanamkan kepada diriku sendiri dan keluargaku. Istri adalah amanah, anak-anak, jabatan, dan seabrek bentuk tanggungjawab adalah amanah, bahkan hidupku sendiri adalah amanah. Sesuatu yang bermakna memang harus digali dari aplikasi amanah dengan kesadaran untuk mendapatkan gambaran hidup yang penuh damai, bukan hidup “instan” yang selalu merasa kurang dan ambisius untuk menghalalkan segala cara.
Sebagai catatan di hari yang bersejarah ini, saat doa’ aku tunaikan menggelayut di hampa waktu di kedalaman malam, aku sandarkan harapan untuk selalu bisa menjadikan hidup bermanfaat, sebagaimana
Al-hayah (hidup) adalah
al-harakah (bergerak,gerakan), dan
al-harakah adalah
al-barokah (beraktivitas yang mendatangkan berkah), dan
al-barokah adalah
al-ziyadah (nilai tambah dalam hidup),
an-ni’mah (kenikmaatan atau kenyamanan hidup), dan
al-sa’adah (kebahagiaan). Karena sesungguhnya, disinilah pandangan hidup akan menentukan makna, dan makna inilah semoga menjadikan bertambahnya usiaku menjadikan hari-hariku ke depan mampu aku jalani dengan sebaik-baiknya tahap demi tahap, selangkah demi selangkah menuju hakekat yang mampu kumanifestasikan dalam pengetahuan (
kognitif), sikap hidup
(afektif) dan ketrampilan hidup
(psikomotor) yang harus bisa mendatangkan berkah, yakni nilai tambah, kenikmatan, dan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Selamat memapaki hari yang bersejarah di sudut 36. Semoga dengan berjalannya waktu di usiaku bertambahnya keberkahan. Semoga Allah swt meridhai selalu, amin.
Bandung, 6 Januari 2009
Imam Mawardi El-Razal (Abihan)