Senyuman kehidupan

Selasa, Februari 17, 2009

Pendidikan Karakter


Pendidikan Karakter
by Imam Mawardi

Pembentukan karakter merupakan bagian penting kinerja pendidikan. Karakter merupakan bentuk kepribadian yang melekat pada diri seseorang. Confusius – seorang filsuf terkenal Cina - menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi (Megawangi, 2003). Demikian juga, sebagaimana hadist Rosulullah saw, yang meyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, karena kedua orangtuanyalah (baca: lingkungan) menjadikan anak itu yahudi, nasrani atau majusi (HR. Bukhari). Ini menunjukkan bahwa fitrah atau potensi tidak bisa dibiarkan begitu saja tapi perlu ditumbuhkan, sebagaimana benih yang baik, kalau ditanam ditanah yang subur dan dirawat (disiram dan dipupuk) dengan baik, maka benih itu akan tumbuh menjadi tanaman yang subur dan berbuah banyak. Demikian juga dengan karakter yang merupakan bagian dari potensi anak , harus dibina dan dididik dengan baik, biar menjadi anak yang shalih dan bermanfaat.

Permasalahannya: Bagaimana Mendidik Karakter?

Pembentukan karakter itu terjadi melalui dinamika pengajaran di kelas, bukan melalui seminar, sosialisasi, atau pelatihan dadakan. Diskursus tentang pembentukan karakter yang dipahami secara parsial bisa mebjadi sarana pelarian(eskapisme) guru dari tanggung jawab merekauntuk meningkatkan prestasi akademik siswa denagn cara member penekanan berlebihan pada unsur-unsur non akademis. Padahal keunggulan akademis adalah bagian dari pembentukan karakter itu sendiri. Tugas utama guru adalah mengembangkan ekselensi akademis dalam diri siswa. Mutu pendidikan kita kian menurun karena visi keunggulan akdemis ini diabaikan. Akibatnya, pembentukan karakter siswa juga terpinggirkan (Doni Koesoema A, Kompas, 17 Desember 2008).

Agar pendidikan karakter terjadi secara integral, guru perlu memahami kembali visi mengajarnya dan percaya bahwa mengembangkan keunggulan akademis adalah tugas utamanya sebagai pendidik. Dalam bahasa yang lain pendidikan karakter , akan membentuk ketrampilan halus (soft skills).

Pengembangan soft skills dalam pendidikan bertumpu pada pembinaan mentalitas karakter agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan realitas kehidupan. Hasil penelitian mengungkapkan, kesuksesan seseorang hanya ditentukan sekitar 20 persen dengan hard skill dan sisanya 80 persen dengan soft skills. Proses pendidikan merupakan perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) dan sikap (afektif) seseorang, maka pendidikan seharusnya menghasilkan output dengan kemampuan yang proporsional antara hard skills dan soft skills. Selain karena kurikulum yang memiliki muatan soft skills yang rendah dibanding muatan hard skills, ketidakseimbangan antara soft skills dengan hard skills juga dapat disebabkan oleh proses pembelajaran yang menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan maupun nilai hasil ujian. (Pramuji, 2008)

Aribowo dalam Sailah (2008), membagi soft skills atau people skills menjadi dua bagian, yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills. Dua jenis keterampilan tersebut dirinci sebagai berikut:

Intrapersonal Skill(Keterampilan seseorang dalam ”mengatur” diri sendiri)

Transforming Character
Transforming Beliefs
Change management
Stress management
Time management
Creative thinking processes
Goal setting & life purpose
Accelerated learning techniques Communication skills

Interpersonal Skill(Keterampilan seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain)

Relationship building
Motivation skills
Leadership skills
Self-marketing skills
Negotiation skills
Presentation skills
Public speaking skills

Perlu diingat bahwa karakter tidak bisa diajarkan seperti pelajaran biasa yang sifatnya pengembangan kognitif, tetapi ditularkan sebagiamana pendekatan soft skills ini, sesuatu yang akan ditularkan kepada siswa menghendaki seorang guru tertular terlebih dahulu. Layaknya seseorang yang menularkan penyakit flu, dapat dipastikan dirinya telah tertular terlebih dahulu, sebelum menular kepada orang lain. Menurut Sailah (2008), terdapat sedikitnya tiga cara penularan soft skills dalam pembelajaran, yaitu melalui:1) Lecturer role model, 2) Message of the week,dan 3) Hidden curriculum

Role model pendidik dapat diperlihatkan dengan saling edifikasi dengan teman sejawat di depan siswa. Edifikasi berasal dari kata to edify yaitu memberikan penghargaan sekaligus proposi bagi teman sejawat. Saling menjelekkan antar pendidik di depan siswa patut dihindari. Jangan sampai siswa menjadi tumpahan keluhan rasa kekesalan pendidik dengan menyalahkan orang lain. Sering-seringlah memberikan pujian kepada siswa di depan siswa lainnya jika mampu mencapai prestasi tertentu.

Penularan cara kedua dapat dilakukan dengan memberi pesan moral di setiap waktu tatap muka baik pada saat awal membuka pelajaran atau menutup pelajaran. Cara ini disebut Message of the week (MOW). Pesan yang disampaikan dapat berupa kata-kata mutiara dan cerita yang membangun moral dari berbagai sumber dengan pemaknaannya dalam berkehidupan, atau animasi yang mendukung dari web site internet.

Selain cara kedua di atas yaitu melalui hidden curriculum. ”Hidden Curriculum is the broader concept of which the informal curriculum is a part” Pelajaran dari kurikulum tersembunyi diajarkan secara implisit. Kurikulum tersembunyi lebih ampuh karena dapat membuat proses pembelajaran lebih menarik minat dan menyenangkan. Peran pendidik dalam hal ini adalah: membangun proses dialog, menangani dinamika kelompok, terlibat dengan motivasi siswa, mengintroduksikan berpikir kritis, memberdayakan kurikulum tersembunyi (Empowering Hidden Curriculum).

Dengan demikian, SDM dengan karakter yang kuat akan terbaentuk lewat keteladanan seorang guru, kekekuatan yang sebenarnya terletak pada nilai yang memberi makanabagi kehidupan.

Tidak ada komentar: