Senyuman kehidupan

Rabu, Juni 25, 2008

Harga Sebuah BELAJAR

Harga Sebuah BELAJAR
Oleh Imam Mawardi Rz


Juallah kepandainmu dan belilah kebingungan;
Kepandaian hanyalah pendapat, kebingungan adalah intuisi.
Jalaluddin Rumi


Tiada yang paling berharga kecuali memahami makna kepandaian. Memang kepandaian bukanlah segalanya ia hanyalah secuil katagori dari hasil ilmu pengetahuan yang menjadi pendapat, dan sekali lagi bukanlah hakekat. Kalau Rumi mengatakan bahwa kebingungan adalah intuisi, karena kebingungan merupakan awal terjadinya ilmu pengetahuan. Dengan kebingungan ada tuntutan untuk ‘sabar”. Hakekat sabar adalah ujian akan kelayakan sebuah keyakinan. Sedang keyakinan sendiri adalah kumpulan keraguan-keraguan yang membentuk sebuah standar nilai. Benturan keraguan menjadi bias manakala hakekat telah ditemukan, dan inilah kebenaran.

Kita belajar adalah sesuatu yang benar. Bukan sekedar hanya untuk mendapatkan kepandaian—memperoleh ilmu dan atau mendapatkan kekayaan. Tetapi sebuah proses yang terus menerus tanpa harus melihat dan mempertimbangkan hasil adalah yang menjadikan belajar kita bermanfaat.

Ada beberapa langkah untuk bisa memahami makna belajar. Pertama, Niat. Niat adalah pondasi dalam membangun paradigma. Niat menjadi bagian strategi motivasi, mengapa harus belajar, untuk apa harus belajar. Banyak orang yang salah memahami niat di sini, mereka mengartikan sebagai bentuk jadi dengan obsesi tertentu, seperti iming-iming jajan pada anak-anak. Padahal niat sendiri lebih pada keharusan kesadaran makna universal.
Kedua, adalah keikhlasan. Keikhlasan adalah kesadaran bagaimana menempatkan idealisme di dalam realitas proses. Kalau sudah berproses jangan ”kesusu” mengharapkan hasil. Ingat hidup adalah proses belajar bukan hasil belajar.
Ketiga, kudu sabar. Sabar dalam proses belajar adalah menempatkan pikiran, perasaan di dalam satu tubuh, satu tempat. Artinya adanya konsentrasi. Kalau dalam makna shalat adalah kemampuan ”khusuk”, suasana menghadirkan batin bertemu logika di ruang kosmos tak terbatas waktu. Kemampuan bermi’raj untuk hadir diharibaan sang Khaliq, bukan berisra’ yang masih berfikir tentang kenisbian hingar-bingar kemolekan dunia.
Kempat, Istiqomah artinya kontinyu. Belajar bukan sekedar berfikir instan, sekarang belajar lalu ingat kemudian lupa secara permanen. Sebuah syair dalam Ta’limul Muataalim disebutkan man jadda wa jadda—siapa saja yang sungguh-sungguh dalam belajar meskipun kepahitan dan kelelahan yang diperoleh, maka sesungguhnya dialah yang akan memperoleh faidah keutamaan yang dicita-citakan.
Dan kelima jangan lupa berdoa. Senjata orang mukmin adalah doa, sebagai bentuk akhir yang mengiringi proses iktiar dalam belajar. Inna ma’al usri yusron, sesungguhnya bersama kesulitan dalam berproses sesungguhnya di situ juga ada kunci jawaban kemudahan.

Demikian, belajar adalah proses pengetahuan seseorang untuk bisa memahami hakekat kehidupan. Kehidupan yang bermakna adalah hasil belajar yang terus menerus hingga memperoleh nilai-nilai keutamaan. Nilai adalah mutiara yang memberikan keindahan hidup dan kehidupan. Semoga.

Tidak ada komentar: