Cermin Hati
Oleh Imam Mawardi El-Razal
”…hati adalah cermin, tempat pahala dan dosa berpadu.” (Bimbo)
Hati menjadi sandaran ketulusan, keikhlasan, kesabaran dan tentunya juga cinta. Orang yang hatinya bersih selalu dapat menetramkan orang-orang disekitarnya, artinya dapat membawa kedamaian, kesejukan sekaligus kehangatan. Kalau seseorang hatinya bersih akan memancar cahaya diaura wajahnya, karena keikhlasan mampu mengikat kebencian dan melenturkan amarah. Tentunya harus melalui proses bagaimana seseorang akan menemukan inti kedamaian, tidak lain harus sering muhasabah dan tazkiyatun nafs. Sebagaimana firman Allah, ”.....Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenteram,” (Ar-Ra’d:28).
Hati sendiri dalam bahasa Arabnya disebutkan sebagai Al-qalbu, dengan makna al-lubbu yang artinya hati, isi, lubuk hati, jantung, inti. Al-Qalbu juga dapat dimaknai sebagi Al-aqlu yang artinya akal. Sedang Sidi Gazalba mendefinisikan bahwa hati bagian dari Akal. Karena akal menurutnya adalah perpaduan harmonis antara rasio dan rasa. Rasio landasannya adalah otak sedangkan rasa landasannya adalah hati.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, banyak membahas masalah hati. Menurutnya bahwa dalam diri manusia terdapat empat macam sifat, yaitu sabu’iyah (kebuasan), bahimiyah (kebinatangan), syaithaniyan (kesetanan), dan rabbaniyah (ketuhanan). Semua sifat itu berkumpul dalam hati. Masing-masing berebut pengaruh, tergantung manusianya sendiri, sifat mana yang akan dipilih untuk mewarnai dirinya. Jika sifat rabbaniyahnya berhasil mengalahkan dan mengendalikan ketiga nafsu yang lain, maka yang akan timbul adalah sifat-sifat yang baik, seperti iffah (menjaga diri), qana’ah (merasa cukup), istiqamah (konsisten), sakinah (tenang), zuhud (tidak suka dunia), wara’ (menjauhi perbuatan dosa dan syubhat), takwa, gembira, malu, jujur, berani, dermawan, suka menolong, sabar, tahan menderita dalam perjuangan hidup, memafkan, teguh pendirian, mulia, cerdas dan sebagainya.
Nabi saw bersabda, ”Hati itu ada empat, yaitu hati yang bersih, di dalamnya ada pelita yang bercahaya, maka itu adalah hati orang mukmin. Dan, hati yang hitam lagi terbalik maka itu adalah hati orang kafir, dan, hati yang tertutup yang terikat tutupnya maka itu adalah hati orang munafik serta hati yang dilapis yang di dalamnya ada iman dan nifak.” (HR Ahmad dan Thabrani)
Perbuatan seseorang dalam pergaulan sehari-hari akan menentukan gambaran hati orang tersebut sebagaiman teori cerminnya Al-Ghazali, hati ibarat cermin, kalau setiap hari dibersihkan dengan taubat dan amal shalih, hati akan gemilang dan akan sanggup memantulkan cahaya dengan baik, bahkan seseorang bisa melihat dinya sendiri dengan baik sehingga mampu mewujudkan nilai-nilai ilahiyah dalam kehidupannya, sebagaimana pepatah Arab, ”man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu” siapa yang mengenal dirinya, maka sesungguhnya dia kan mengenal Tuhannya. Di samping itu pula perbuatan baik akan menambah jelas cermin hati, cahayanya dan cemerlangnya, sehingga kebenaran akan bersinar dalam hati. Kata Rasulullah, ”Apabila Allah menghendaki kebajikan kepada seseorang hamba, maka Dia akan menjadikan penasehat baginya dari hatinya.” (HR. Ad-Dailami).
Sebaliknya perbuatan jahat, jelek dan tercela akan memburamkan cermin dan menimbulkan kerak yang semakin lama akan sulit dibersihkan, sehingga hati tidak bisa lagi digunakan untuk bercermin dan mencari jawaban atas hakikat perbuatannya. Ia menjadi terhijab dari rahmat dan hidayah Allah.swt. Sebagaimana Allah berfirman,”Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya yang mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14). ”....kalau Kami menghendaki, tentu kami azab mereka karena dosa-dosanya dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran) lagi.’ (Al-A’raf:100)
Biar hati tidak terkunci mati, seseorang harus sering membersihkan kotoran dan noda yang menempel di hati. Jangan menunggu waktu, mulailah saat ini dengan istigfar dan menjalankan perintah Allah serta menjauhi segala yang dilarang-Nya. Karena kalau dosa-dosa kecil menjadi kebiasaan akan menggumpal menjadi dosa besar, dan apabila sudah menggumpal besar kebenaran akan jauh darinya, nasehat-nasehat kebajikan agama akan terpental tidak mempan lagi dan lagi tidak bisa bertanya kepada suara hatinya apabila sebuah permasalahan datang, serta sulit mengambil kesimpulan kebijaksanaan dalam memproses hidup sehingga tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri apalagi orang bvanyak. Sebab hati yang mati tertutup dari rahmat Allah swt. (mawardy)
Oleh Imam Mawardi El-Razal
”…hati adalah cermin, tempat pahala dan dosa berpadu.” (Bimbo)
Hati menjadi sandaran ketulusan, keikhlasan, kesabaran dan tentunya juga cinta. Orang yang hatinya bersih selalu dapat menetramkan orang-orang disekitarnya, artinya dapat membawa kedamaian, kesejukan sekaligus kehangatan. Kalau seseorang hatinya bersih akan memancar cahaya diaura wajahnya, karena keikhlasan mampu mengikat kebencian dan melenturkan amarah. Tentunya harus melalui proses bagaimana seseorang akan menemukan inti kedamaian, tidak lain harus sering muhasabah dan tazkiyatun nafs. Sebagaimana firman Allah, ”.....Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenteram,” (Ar-Ra’d:28).
Hati sendiri dalam bahasa Arabnya disebutkan sebagai Al-qalbu, dengan makna al-lubbu yang artinya hati, isi, lubuk hati, jantung, inti. Al-Qalbu juga dapat dimaknai sebagi Al-aqlu yang artinya akal. Sedang Sidi Gazalba mendefinisikan bahwa hati bagian dari Akal. Karena akal menurutnya adalah perpaduan harmonis antara rasio dan rasa. Rasio landasannya adalah otak sedangkan rasa landasannya adalah hati.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, banyak membahas masalah hati. Menurutnya bahwa dalam diri manusia terdapat empat macam sifat, yaitu sabu’iyah (kebuasan), bahimiyah (kebinatangan), syaithaniyan (kesetanan), dan rabbaniyah (ketuhanan). Semua sifat itu berkumpul dalam hati. Masing-masing berebut pengaruh, tergantung manusianya sendiri, sifat mana yang akan dipilih untuk mewarnai dirinya. Jika sifat rabbaniyahnya berhasil mengalahkan dan mengendalikan ketiga nafsu yang lain, maka yang akan timbul adalah sifat-sifat yang baik, seperti iffah (menjaga diri), qana’ah (merasa cukup), istiqamah (konsisten), sakinah (tenang), zuhud (tidak suka dunia), wara’ (menjauhi perbuatan dosa dan syubhat), takwa, gembira, malu, jujur, berani, dermawan, suka menolong, sabar, tahan menderita dalam perjuangan hidup, memafkan, teguh pendirian, mulia, cerdas dan sebagainya.
Nabi saw bersabda, ”Hati itu ada empat, yaitu hati yang bersih, di dalamnya ada pelita yang bercahaya, maka itu adalah hati orang mukmin. Dan, hati yang hitam lagi terbalik maka itu adalah hati orang kafir, dan, hati yang tertutup yang terikat tutupnya maka itu adalah hati orang munafik serta hati yang dilapis yang di dalamnya ada iman dan nifak.” (HR Ahmad dan Thabrani)
Perbuatan seseorang dalam pergaulan sehari-hari akan menentukan gambaran hati orang tersebut sebagaiman teori cerminnya Al-Ghazali, hati ibarat cermin, kalau setiap hari dibersihkan dengan taubat dan amal shalih, hati akan gemilang dan akan sanggup memantulkan cahaya dengan baik, bahkan seseorang bisa melihat dinya sendiri dengan baik sehingga mampu mewujudkan nilai-nilai ilahiyah dalam kehidupannya, sebagaimana pepatah Arab, ”man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu” siapa yang mengenal dirinya, maka sesungguhnya dia kan mengenal Tuhannya. Di samping itu pula perbuatan baik akan menambah jelas cermin hati, cahayanya dan cemerlangnya, sehingga kebenaran akan bersinar dalam hati. Kata Rasulullah, ”Apabila Allah menghendaki kebajikan kepada seseorang hamba, maka Dia akan menjadikan penasehat baginya dari hatinya.” (HR. Ad-Dailami).
Sebaliknya perbuatan jahat, jelek dan tercela akan memburamkan cermin dan menimbulkan kerak yang semakin lama akan sulit dibersihkan, sehingga hati tidak bisa lagi digunakan untuk bercermin dan mencari jawaban atas hakikat perbuatannya. Ia menjadi terhijab dari rahmat dan hidayah Allah.swt. Sebagaimana Allah berfirman,”Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya yang mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14). ”....kalau Kami menghendaki, tentu kami azab mereka karena dosa-dosanya dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran) lagi.’ (Al-A’raf:100)
Biar hati tidak terkunci mati, seseorang harus sering membersihkan kotoran dan noda yang menempel di hati. Jangan menunggu waktu, mulailah saat ini dengan istigfar dan menjalankan perintah Allah serta menjauhi segala yang dilarang-Nya. Karena kalau dosa-dosa kecil menjadi kebiasaan akan menggumpal menjadi dosa besar, dan apabila sudah menggumpal besar kebenaran akan jauh darinya, nasehat-nasehat kebajikan agama akan terpental tidak mempan lagi dan lagi tidak bisa bertanya kepada suara hatinya apabila sebuah permasalahan datang, serta sulit mengambil kesimpulan kebijaksanaan dalam memproses hidup sehingga tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri apalagi orang bvanyak. Sebab hati yang mati tertutup dari rahmat Allah swt. (mawardy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar