Senyuman kehidupan

Rabu, Mei 21, 2008

Anak yang kecil itu bernama HANUM


Anak yang kecil itu bernama HANUM
By Evin Yuniastutik (Umihany)

Sudah 47 hari bila dihitung dari kelahiran 4 April 2008. Hanum nampak molek, lucu dan semakin "gembeng". Aktivitasnya menangis, senyum, ngoceh, nenen, tidur, dan minta gendong. Minta gendongnya ini yang bener-bener menyita waktu. Kalau tidak dituruti nangis dari yang tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Bisa bayangkan kan, bagaimana kalau nangis tingkat tinggi, seisi rumah seakan disambar petir. Tapi tapi tangisan bayi merupakan olahraga bagi bayi untuk melatih fungsi-fungsi motorik halus sampai motorik kasar. Seorang Psikolog menyatakan ada 4 hal kemungkinan yang menyebabkan tangisan bayi, pertama karena lapar, kedua karena sakit, dan ketiga karena tidak nyaman, dan kempat karena mengantuk.

Kasus bayiku mungkin karena tidak nyaman kalau ditidurkan dan ditinggal sendiri, mungkin ini akibat karena kebiasaan digendong oleh simbahnya (ibu mertua) saat-saat lalu. Untuk menghentikan si baby menangis, ibu mertua pernah memberi solusi bacakan sholawat, itu aja yang pake Allahumma..., tidak yang langsung sholatullah.... Ini mungkin yang menjadi kebiasaan ketika digendong ibu mertua, seakan-akan si baby faham kalau dibacakan sholawat sampai sekarang berarti di suruh tidur. Dan memang ini manjur untuk kasus putriku satu ini.
Hari-hari semakin bertambah kecerdasan menangkap kesan perbedaan antara gelap dan terang, ditunggui dan tidak ditunggui, kepekaan terhadap warna dan bunyi-bunyian menjadi perkembangan tersendiri, di samping pertumbuhan yang semakin meningkat dilevel 6 kg.

Ada beberapa pelajaran yang penting yang menjadi catatan kehidupanku sebagai seorang yang menyandang gelar ibu, sebuah gelar yang bagiku lebih penting daripada dunia dan seisinya. Pertama, pelajaran tentang kesabaran, bagaimana menghadapi kerewelan anak-anak di saat kesibukan mengurus rumah tangga menguras tenaga dan pikiran. Kedua, pelajaran tentang keihklasan,yang menjadikan air mata semakin jernih menemani hari-hari bercanda dengan keluarga yang seakan memupuskan idealisme sewaktu mahasiswa dulu untuk menjadi bidan profesioanal. Ketiga, pelajaran tentang pendidikan anak "home education" menjadi motivasi bagaimana setiap gerakan, celoteh, tangisan dan kerewelan anak telah mendidikku untuk selalu belajar tentang "mengerti dan memahami". Apalagi kontrol diri dan uswah yang saya dan suami lakukan dalam kesadaran proses menjadi hiden curriculum di sekolah kehidupan.

Belajar dengan seorang anak memang belum seberapa, karena belajar yang sesungguhnya baru dimulai ketika punya anak dua. Karakteristik dan sifat-sifat menjadi orkestra yang indah membingkai makna kehidupan yang kekal untuk mewariskan sebuah generasi peradaban. Anakku adalah peradaban yang menjadi aset dunia akhirat.

Hanum, anak keduaku sebagai pengantar pendidikan bersama generasi-generasi yang akan saya lahirkan kemudian.

catatan ini, saya buat setelah pekerjaan rutin rumah tangga telah selesai dan di saat-saat sang bayi Hanum tertidur pulas digendongan, menikmati kehangatan bahasa dekapan seorang ibu, Sementara Hany (anak pertama, 3 tahun) sedang asyik berimajinasi dengan susun-bangun diaframa warna bersama anak tetangga seusianya.Imaginasiku berputar seiring jari-jemari menari-nari di keybord komputer untuk menuliskan segala uneg dan renungan perjalanan. Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar: